Kamis, 21 Oktober 2010

Rabat Beton di Sikka Jauh di Bawah Standar




BOLA, Media Maumere --Dugaan penyimpangan mutu proyek jalan rabat beton terbesar di Kabupaten Sikka yang menelan anggaran Rp 7,6 miliar mungkin benar.

Sebab perbandingan campuran material beton jauh di bawah standar teknis pekerjaan beton, yakni 30 `buchet' (excavator) pasir dicampur dengan 16 sak semen dan empat sampai lima sak batu kerikil atau batu pecah.

Demikian diungkapkan anggota kelompok kerja warga Desa Hale, Kecamatan Mapitara, Kabupaten Sikka, Paskalis Moat Bego, Unipensius dan Virginus Pendi kepada FloresStar, Minggu (17/10/2010) di Desa Hale, sekitar 75 km arah timur Kota Maumere.

Wilayah kampung ini merupakan salah satu daerah terjauh dari ibukota Kabupaten Sikka. Wilayah itu berhadapan dengan pantai selatan Pulau Flores.

Paskalis menuturkan, ketika proyek dibangun, dia bersama 10 warga dusun setempat (satu kelompok) mengecor rabat beton jalan melintasi kampungnya. Mereka mengecor ruas 211 meter selama seminggu dan dibayar Rp 500.000/orang. Demikian pula dengan kelompok masyarakat lainnya yang mengerjakan ruas rabat beton. Nilai pembayaran disesuaikan dengan panjang ruas dikerjakan.

Dikatakannya, campuran material bangunan menggunakan dua unit mobil mixer (redemix) dan beberapa unit mesin molen yang didatangkan kontraktor asal Bajawa, Kabupaten Ngada. Campuran dengan redemix, kata Paskalis, pasir sebanyak 30 buchet dicampur dengan 16 sak semen dan 4-5 sak kerikil.

"Kami ini tidak mengerti campuran seperti itu, kami ikut kerja saja. Pasirnya 30 skop (buchet) exavator dicampur dengan 16 sak semen dan 4-5 sak kerikil. Air banyak sekali. Campuranya kita lihat tidak matang seperti dibuat tukang-tukang bangunan rumah," kata Paskalis.

Unipensius menambahkan, dua unit mobil molen menjadi tontonan warga kampung yang selama ini tak pernah melihatnya. Warga sangat senang dengan aktivitas proyek di kampung itu.

Dia membenarkan keterangan Paskalis bahwa perbandingan material campuran beton terdiri dari 30 buchet pasir dengan 16 sak semen dan empat sampai lima sak batu kerikil.

"Memang campuran pasir lebih banyak. Tapi kami tidak mau protes. Takut mereka (kontraktor) dari Bajawa itu pergi dari sini. Mereka datang kerja proyek di kampung kami bikin baik ini jalan. Kami harus baik-baik dengan mereka. Selama ini kami hanya pakai jalan tanah," kata Unipensius.

Campuran material menggunakan air sangat banyak, maka air yang telah tercampur semen mengalir ke mana-mana. Terlebih pada segmen jalan yang menurun. Yang terlihat di permukaan lebih banyak pasir dengan semen yang sangat kecil menempel pada batu kerikil.

Virginius Pendi membenarkan pasir yang digunakan sangat banyak dibandingkan semen dan batu kerikil dan semen. Mungkin karena campuran seperti itu sehingga permukaan rabat beton mudah rusak. Kerikil, pasir dan semen terlepas.

Pendi tak protes karena tak mengerti konstruksi jalan rabat. Dia hanya buruh yang mencari uang ketika ada proyek di kampungnya. Waktu itu sempat muncul protes dari kelompok masyarakat lainnya, sehingga pengerjaan rabat dihentikan seminggu. Warga khawatir jangan sampai kontraktor tinggalkan lokasi proyek dan tidak menyelesaikan pekerjaanya. Padahal sudah puluhan tahun mereka mendambakan jalan ke desanya dibangun mulus.

Untuk pekerjaan dasar rabat beton, kata Paskalis, Virginius, dan Unipensius, material batu dan pasir dihampar pada segmen yang tidak rata, setelah itu dihampar campuran beton. Sedangkan segmen jalan yang sudah rata langsung dilapisi campuran.

"Setelah kerja mobil mereka langsung lewat. Semen yang masih basah terbongkar. Seperti terlihat sekarang, batu-batu kecil terhambur sepanjang jalan. Hampir tujuh kilometer kondisinya sama semua. Banyak lokasi yang sudah terbongkar, padahal dikerjakan tahun lalu," kata Unipensius.

Warga Hale lain yang bicara kepada FloresStar di Dusun Hale mengakui terasa sangat beda melalui ruas jalan rabat beton dengan bis kayu atau sepeda motor. Getarannya membuat tidak nyaman dibandingkan jalan tanah meski di sana-sini ditemui lubang-lubang di jalan.

"Kalau sepeda motor sok mati, pinggang sakit sekali. Tapi kalau jalan tanah kurang terasa tekanannya,"kata Unipensius dibenarkan lima warga lainnya ditemui di Hale.

Menurut warga, segmen yang rusak itu pencampuran material menggunakan mobil molen. Pada segmen pencampuran material menggunakan mesin molen kecil, tampak beda permukaanya yang masih padat dan licin. Meski kualitasnya permukaan tak berbeda jauh dengan pencampuran material menggunakan mobil molen. (pk)

Tebal Beton 20 Cm

DIREKTUR PT Nunurada Bata-Bajawa, Ang Wijaya yang dikonformasi melalui staf teknik, Ambo Gaharpung, menilai pengakuan anggota kelompok masyarakat menyebut komposisi campuran material beton 30 `buchet' (exavator) pasir, 16 sak semen dan 4-5 sak kerikil tidak benar. Campuran material sesuai ketentuan spesifikasi teknik.

Kerusakan jalan rabat beton seperti dikeluhkan warga Hale, kata Ambo, hanya bagian permukaan lapisan lima centimeter (cm) yang ditambah dari ketebalan beton 20 cm. Meski ketebalan yang disyaratkan proyek ini hanya 15 cm.

Kerusakan itu diakuinya mulai terjadi hanya beberapa saat setelah pengecoran. Pada saat beton masih basah, sekitar enam sampai tujuh unit bis kayu angkutan pedesaan dan puluhan sepeda motor melintasi jalan yang baru dicor.

"Biasanya kami cor setelah sore hari, angkutan dari Maumere ke Halehebing sudah kembali ke kampung. Pagi sampai sore kami tidak cor. Kami larang tak boleh lewat, karena beton masih basah tetapi ada yang ancam kami. Pengemudi dan penumpang memaksa harus lewat,"kata Ambo kepada FloresStar di kantor Perwakilan PT Nunurada Bata di Jalan Soedirman, Maumere, Selasa (19/10/2010).

Pengalaman buruk para pekerja juga pernah dialami dengan sopir mobil dinas Camat Mapitara. Pekerja diancam dilabrak dengan mobil jika melarang kendaraan tersebut lewat di jalan yang basah. Daripada diancam terus-menerus, mereka membiarkan kendaraan lewat meski jalan yang baru dicor langsung rusak di permukaannya.

Walau perbaiki lagi setelah kendaraan lewat, kata Ambo, konstruksinya tidak samal lagi dengan pengecoran pertama. Jika permukaan ruas rabat beton terlihat rusak seperti disaksikan saat ini bisa dimaklumi.

Dikatakannya, sebagian besar pengecoran rabat beton sepanjang 9,5 km menggunakan redemix (mobil molen). Sekali campuran dapat dihampar sekitar 7-8 meter dengan ketebalasan 15 cm dan lebar empat-lima meter. Tetapi pada segmen tertentu, pengecoran dilakukan kelompok masyarakat memakai mesin molen yang disediakan kontraktor.


Ambo membantah keterangan anggota kelompok masyarakat menyebutkan formulasi perbandingan campuran 30 buchet pasir, 16 sak semen dan 4-5 sak batu batu pecah. Perbandingan campuran sesuai spesifikasi teknis yakni satu sak semen, dua sak pasir dan tiga sak kerikil ukuran 2/2 dan 3/5. Material batu pecah dan pasir disediakan di Napun Lurut yang memasang mesin pemecah batu.

"Tidak benar campuran pasir yang lebih banyak. Kami kerja sesuai spesifikasi teknis yang diminta. Pasir diukur dalam sak semen, satu baket sekitar tiga sak, begitupun batu pecah. Untuk pekerjaan beton, batu pecah harus banyak," kata Ambo. (pk)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar