Jumat, 17 Desember 2010

Lewoleba Lagi Marak Karaoke

Lewoleba, MM- Setelah 10 tahun memisahkan diri dari kabupaten induk Flores Timur, Lembata menjadi sorotan berbagai kalangan. Pembangunan fisik di daerah itu boleh dikata kurang berhasil. Akan tetapi, bisnis karaoke, café, dan panti pijat cukup marak di Lewoleba, ibu kota Kabupaten Lembata.
Kelurahan Pada, sekitar 1 km dari kantor Bupati Lembata misalnya, kini menjadi pusat karaoke dan tempat hiburan malam. Rumah-rumah “bordil” dibangun asal jadi, kemudian disewakan kepada pengelola bisnis esek-esek.
Perempuan pekerja seks di daerah ini sebagian besar dari Surabaya dan Makassar, dengan usia antara 15-45 tahun. Perempuan muda (15-30) biasanya di tempat karaoke dan café malam, sementara perempuan di atas 30 tahun menempati gubuk-gubuk reyot.
Kaum muda Lewoleba atau Lembata hafal persis, rumah yang mana di kompleks pemukiman itu dijadikan tempat prostitusi liar. Tidak ada satu tulisan pun yang tertera di setiap jalan masuk, yang menunjukkan bahwa rumah berukuran antara 10 x 15 meter – 15 x 30 meter persegi itu dijadikan pusat karaoke plus.
“Sebenarnya itu bukan tempat karaoke biasa. Hanya namanya karaoke, tetapi di sini terjadi transaksi jasa  di luar nikah resmi,” kata Markus Ladjar, tukang ojek di Lewoleba, saat ditemui bulan lalu.
Tidak ada tindakan konkrit dari RT atau RW setempat untuk melarang pengalihan fungsi rumah-rumah penduduk. Sepanjang waktu, masyarakat Lembata berdatangan ke lokasi. Tidak hanya warga Lewoleba, tetapi juga dari sembilan kecamatan yang berada di Lembata.
Anak anak muda Lembata dari pedalaman pun sudah hafal tempat-tempat itu. Mereka datang langsung menuju ke sana. Mereka tahu berapa besar uang harus dibawa ke sana untuk membayar jasa para perempuan.
Bahkan, penggemar karaoke plus ini juga datang dari Larantuka, Adonara dan Solor. Mereka ke Lewoleba menggunakan perahu motor, dengan tarif antara Rp 25.000 – Rp 75.000 per penumpang.
Kebanyakan kaum perempuan penghibur ini didatangkan dari Surabaya  oleh pengusaha setempat atas persetujuan Pemkab Lembata.
Malam hari wilayah kelurahan Pada dengan pemukiman penduduk yang masih sangat jarang itu, ibarat pesta. Pada pusat-pusat kegiatan bisnis hiburan malam, tampak lampu kelap kelip, dengan puluhan kendaraan sepeda motor masuk keluar.
Sejumlah pemuda berbadan gempal dan tambun mengaku penjaga keamanan di kompleks itu dalam keadaan mabuk berat. Mereka memalak setiap pengunjung yang datang ke lokasi dengan besaran beranekaragam.
Simon Sole Wutun (43) tokoh masyarakat Pada mengatakan, penduduk setempat tidak  bisa berbuat apa-apa. Tidak hanya anak muda yang datang ke lokasi hiburan itu, tetapi pejabat daerah, pengusaha, tokoh politik dan sejumlah anggota DPRD setempat pun rajin ke sana.
“Kami sudah menyampaikan masalah ini ke camat dan kelurahan, tetapi tidak ada tanggapan serius. Padahal, setiap siang hari kami menyaksikan anak-anak remaja laki-laki, termasuk sejumlah anak sekolah dengan pakaian seragam, berboncengan sepeda motor mendatangi lokasi ini,”kata Wutun.
Masyarakat Pada tidak berani mengambil tindakan tegas. Mereka takut mengambil resiko. Pejabat daerah dan pengusaha setempat selalu “main pukul”. Polisi pun tidak pernah mengambil tindakan tegas terhadap praktek prostitusi illegal tersebut.
Menurut Wutun, pemilik rumah yang dijadikan pusat hiburan liar itu dibangun oleh pejabat setempat. Mereka kemudian menyerahkan kepada anggota keluarga atau pengusaha dari luar untuk mengelola.
Pelaksana Tugas Kepala Bappeda Lembata Paskalis Tapobali mengatakan, izin mendirikan tempat hiburan dikeluarkan dinas pariwisata Lembata. Saat ini terdapat sembilan karaoke.
“Pemerintah akan membongkar rumah penduduk yang dijadikan pusat hiburan liar. Semua tempat hiburan legal telah diberi nama, hanya banyak pengusaha tidak mencantumkan nama itu pada setiap jalan masuk. Mungkin saja pengusaha takut kegiatan seperti itu dipajang secara terbuka kepada masyarakat. Kita akan tertibkan semua ini,” kata Tapobali. (kom)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar